Header Ads

Breaking News
recent

Kisah Perjalanan Bisnis William Soerjadjaja

Satu lagi tokoh terkemuka di Indonesia yang telah mencapai akhir hayatnya. Meskipun kita sudah tidak dapat bertatap wajah lagi dengannya, tetapi kita tentu saja masih dapat menemukan berbagai karya hasil jerih payahnya. William Soerjadjaja adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang terkenal karena membangun PT Astra Internasional, sebuah perusahaan besar di Indonesia.


Profil

Pria yang dikenal dengan sebutan Oom William ini lahir di Majalengka, Jawa Barat, pada tanggal 23 Desember 1923. Ia lahir dengan nama Tjia Kian Liong sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Dari kecil, ia sudah belajar untuk bekerja keras dan menjadi anak yang mandiri. Ayahnya meninggal dunia pada bulan Oktober 1934 dan kemudian disusul oleh ibunya yang meninggal dua bulan kemudian. Mereka berdua meninggal ketika usia William masih 12 tahun. Sebagai anak laki-laki paling tua, anak yang mewarisi bakat dagang dari ayahnya ini bekerja melanjutkan usaha ayahnya, yaitu berjualan hasil bumi.



William memang sempat tidak naik kelas sewaktu ia bersekolah di Hollands Chinesche Zendingsschool (HCZS) di Kadipaten ketika masa penjajahan Belanda, namun karena ia tekun dan akhirnya berhasil melanjutkan sekolahnya ke MULO di Cirebon ketika ia menginjak usia 19 tahun. Namun, ia kembali tinggal kelas. Jika ditanya pelajaran favoritnya, jawabannya adalah ekonomi dan tata buku. Dua pelajaran inilah yang menjadi dasar ia membangun seluruh usahanya. William kemudian mencoba berjualan kertas di Cirebon dan benang tenun di Majalaya.

Ketika ia pindah ke Bandung, William bertemu dengan seorang wanita bernama Lily Anwar yang hingga sekarang masih menjadi istrinya. Mereka kemudian menikah pada tanggal 15 Januari 1947. “Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan Merdeka naik becak lagi,” jelas William mengenai kenangannya bersama istri yang sangat ia cintai itu.

Baru beberapa hari menikah, William berangkat ke Belanda untuk mempelajari ilmu penyamakan kulit di Middlebare Vakschool V/d Leger & Schoen Industrie Waalwijk. Pada tahun 1948—ketika anak pertama William dan Lily lahir—pasangan ini berjuang untuk menghidupi keluarga mereka dengan berjualan kacang dan rokok yang dikirim dari Bandung. Hasil berjualan mereka masih dapat mereka gunakan untuk membayar sewa satu kamar di sebuah hotel di Amsterdam. Kehidupan dengan pola hidup hemat ini terus berlangsung ketika mereka pergi ke Basel, Swiss. Dalam perjalanan yang berlangsung selama satu minggu itu, mereka hidup hanya dengan mengonsumsi roti, bubur, dan susu.

Kehidupan mereka sangat sederhana, namun mereka tetap berjuang, bekerja keras, dan terus berdoa. Pada tahun 1949, keluarga William kembali ke Indonesia. Pada tahun yang sama, William juga mendirikan pabrik penyamakan kulit yang kepengurusannya ia serahkan pada seorang karyawannya. Sekitar tahun 1952, William mendirikan CV Sanggabuana yang bergerak di bidang perdagangan dan ekspor impor. Namun sayangnya, ia ditipu oleh rekannya hingga mengalami kerugian yang tidak dapat dikatakan sedikit.


Astra, awal dari kesuksesan

PT Astra—yang menjadikan dirinya kemudian terkenal—yang belakangan berkembang menjadi PT Astra Internasional ini didirikan pada tahun 1957 bersama dengan adiknya, Tjia Kian Tie, dan temannya yang bernama Lim Peng Hong. Perusahaan ini pada awalnya hanya memasarkan minuman ringan dan mengekspor hasil bumi. Usaha otomotif sendiri baru dimulai pada tahun 1968 hingga 1969. Pada saat itu mamulai usaha otomotifnya, Astra mulai mengimpor truk. Pada tahun itu, Astra diperbolehkan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Karena pada saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran, bisnis William ini pun sukses besar. Truknya dengan cepat laku.

Keberuntungan William rupanya masih berlanjut. Ketika itu, kurs Dollar mengalami kenaikan. Sejak itu, Astra sering ditunjuk oleh pemerintah untuk menjadi rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan. Sembari terus memasok, Astra juga mulai mencoba merakit sendiri truk Chevrolet. ia juga merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Dalam waktu 13 tahun, Astra sudah berhasil membuat 72 perusahaan bernaung di bawah bendera Astra. Di penghujung tahun 1992, jumlah perusahaan Astra sudah mencapai sekitar 300 perusahaan yang bergerak di berbagai sektor seperti otomatif, keuangan, perbankan, perhotelan, dan properti.

Pria yang terkenal akan kearifannya ini selalu mengutamakan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. ia selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pegawainya demi kebaikan pegawainya sendiri dan tentu saja perusahaannya. ia telah mengikutkan para pegawainya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa. Pada tahun 1970-an, tidak sedikit pegawai Astra yang dikirim ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar.


William juga dikenal karena sikapnya yang adil dan tidak membeda-bedakan pegawainya. Di Astra, kita dapat menemukan pegawai pribumi yang dipekerjakannya dengan tingkat yang berbeda-beda. Dari karyawan hingga pimpinan. Meskipun merupakan keturunan Tionghoa, ia tetap menunjukkan rasa cinta dan bangganya sebagai orang Indonesia. Selain itu, William juga selalu mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan. William memotivasi para pegawainya untuk mengembangkan krativitas mereka dengan cara menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.


Perjalanan bisnis

Seperti perjalanan bisnis orang-orang terkemuka lainnya, perjalanan bisnis William juga tidak selamanya lancar. Ketika bisnis Edward Soerjadjaja, anak pertamanya, ambruk, Astra juga ikut terseret jatuh. Sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dan pengorbanannya untuk anaknya, William rela melepaskan banyak sahamnya di PT Astra.

Kini, William berhasil bangkit dari kondisinya itu. Ia membeli sepuluh juta saham PT Mandiri Intidinance dan berinvestasi dalam pengembangan usaha petani kecil dan juga usaha-usaha kecil dan menengah (UKM). Kesuksesannya itu mengantarkan William ke titik puncak. Ia mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan, tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Sayangnya, masa kejayaan itu memang tidak dapat ia rasakan selamanya. William meninggal dunia pada tanggal 2 April 2010 lalu di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, Indonesia. Pria yang meninggal pada pukul 22.43 WIB itu memang telah beberapa kali keluar dan masuk rumah sakit karena sakit. Ia terakhir dirawat pada tanggal 10 Maret dan sejak tanggal 1 April dia dirawat di Unit Rawat Intensif (ICU).

Diberdayakan oleh Blogger.